Sumber : ada artikel menarik yang saya copas dari forum salahuddin (by wasan konsu IP: 10.10.xx.xx)
semoga berkenan
KETIKA MULUT TAK LAGI BERKATA
tulisan : Taufiq Ismail
Tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, “
Bang, saya punya sebuah lagu, Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi
saya tidak puas.
Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?”
Karena saya suka
lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa.
Saya tanyakan kapan mesti selesai, dia bilang sebulan.
Menilik kegiatan saya
yang lain, deadline sebulan itu bolehlah.
Kaset lagu itu dikirimkannya,
berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik
berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata.
Dia menginginkan puisi relijius. Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali.
Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga.
Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah.
Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran.
Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan.
Tampaknya saya akan telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, ” Chris, maaf ya,
macet. Sori.” Saya akan kembalikan pita rekaman itu.
Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin.
Malam itu, ketika sampai ayat
65 yang berbunyi, A’udzubillahi minasy syaithonirrojim. “Alyauma nakhtimu
‘alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu
yaksibuun” saya berhenti.
Maknanya, “Pada hari ini Kami akan tutup mulut
mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan
bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan.”
Saya tergugah.
Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!
Saya hidupkan lagi
pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke larik-larik lagi
tersebut.
Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan
bisa masuk pas ke dalamnya.
Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu
selesai. Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon,” Chris, Alhamdulillah
selesai”. Chrisye sangat gembira.
Saya belum beritahu padanya asal-usul
inspirasi lirik tersebut.
Berikutnya, hal tidak biasa terjadilah.
Ketika berlatih di kamar menyanyikannya, baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.
Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah,
Chrisye Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309),
bertutur Chrisye:
Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang
karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya,
ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu, liriknya benar-benar
benar mencekam dan menggetarkan.
Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu
itu bertambah susah saya nyanyikan!
Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan
lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir.
Saya coba lagi. Menangis
lagi. Yanti sampai syok!
Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap
sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika
Tangan dan Kaki Berkata.
Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya
dihadapkan pada kenyataan, betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir
tiba.
Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan
menceritakan kesulitan saya. “Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat
Yasin ayat 65…” kata Taufiq.
Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali
tergetar membaca isinya.
Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan
gagal lagi. Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Masya Allah !
Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal
seperti ini.
Dilumpuhkan oleh lagu sendiri! Butuh kekuatan untuk bisa
menyanyikan lagu itu.
Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa ditunda lagi.
Hari terakhir menjelang ke Australia , saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan saya.
Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai.
Dan tidak ada take ulang! Ini hal yang tidak mungkin.
Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi.
Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu,
itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang!
Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!
Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan
lagu yang pernah saya nyanyikan.
Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benar meluluhkan perasaan.
Itulah pengalaman batin saya yang paling dalam selama menyanyi.
Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya.
Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main.
Saya tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna Pengadilan Hari Akhir di hari kiamat kelak.
Mengenai menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi dengan Iin
Parlina dengan lagu Rindu Rasul.
Di dalam konser atau pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu sedannya.
Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu tersebut.
Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran
album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan honorarium dari produser
untuk lagu tersebut.
Saya enggan menerimanya. Chrisye terkejut. “Kenapa Bang, kurang?”.
Saya jelaskan bahwa saya tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan
Kaki Berkata itu. Saya cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja.
Jadi saya tak berhak menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Allah SWT ?
Saya akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.
Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya,
tetapi itu merepotkan administrasi.
Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar.
“Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau
Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Allah SWT Maha Pengampun ‘ kan ?”
Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga.
Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan
berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima.
Chrisye senang, saya pun senang.
Pada subuh hari Jum’at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris
Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar masuk
rumah sakit, termasuk berobat di Singapura.
Diagnosis yang mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat.
Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha,
Semoga penyanyi yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir yang semoga
terbuka lebar baginya.
Amin.
Ketika Tangan dan Kaki Berkata
Akan datang hari
Mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa
Tak ada suara
Dari mulut kita
Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja dia melangkahnya
Tidak tahu kita
Bila harinya
Tanggung jawab tiba
Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
Di jalan cahaya sempurna
Mohon karunia
Kepada kami
Hamba-Mu yang hina
Alhamdulillah
ReplyDelete